Sabtu, 07 Februari 2009

Sejarah BATAK

Sejarah Orang Batak

Versi sejarah mengatakan Si Raja Batak dan rombongannya datang dari Thailand, terus ke Semenanjung Malaysia lalu menyeberang ke Sumatera dan menghuni Sianjur Mula Mula, lebih kurang 8 km arah Barat Pangururan, pinggiran Danau Toba sekarang. Versi lain mengatakan, dari India melalui Barus atau dari Alas Gayo berkelana ke Selatan hingga bermukim di pinggir Danau Toba.

Diperkirakan Si Raja Batak hidup sekitar tahun 1200 (awal abad ke-13). Raja Sisingamangaraja XII salah satu keturunan Si Raja Batak yang merupakan generasi ke-19 (wafat 1907), maka anaknya bernama Si Raja Buntal adalah generasi ke-20.

Batu bertulis (prasasti) di Portibi bertahun 1208 yang dibaca Prof. Nilakantisasri (Guru Besar Purbakala dari Madras, India) menjelaskan bahwa pada tahun 1024 kerajaan COLA dari India menyerang SRIWIJAYA yang menyebabkan bermukimnya 1.500 orang TAMIL di Barus.

Pada tahun 1275 MOJOPAHIT menyerang Sriwijaya, hingga menguasai daerah Pane, Haru, Padang Lawas. Sekitar tahun 1.400 kerajaan NAKUR berkuasa di sebelah Timur Danau Toba, Tanah Karo dan sebagian Aceh.

Dengan memperhatikan tahun tahun dan kejadian di atas diperkirakan:

Si Raja Batak adalah seorang aktivis kerajaan dari Timur Danau Toba (Simalungun sekarang), dari Selatan Danau Toba (Portibi) atau dari Barat Danau Toba (Barus) yang mengungsi ke pedalaman, akibat terjadi konflik dengan orang-orang Tamil di Barus. Akibat serangan Mojopahit ke Sriwijaya, Si Raja Batak yang ketika itu pejabat Sriwijaya yang ditempatkan di Portibi, Padang Lawas dan sebelah Timur Danau Toba (Simalungun).

Sebutan Raja kepada Si Raja Batak diberikan oleh keturunannya karena penghormatan, bukan karena rakyat menghamba kepadanya.

Demikian halnya keturunan Si Raja Batak seperti Si Raja Lontung, Si Raja Borbor, Si Raja Oloan, dsb. Meskipun tidak memiliki wilayah kerajaan dan rakyat yang diperintah.

Selanjutnya menurut buku TAROMBO BORBOR MARSADA anak Si Raja Batak ada 3 (tiga) orang yaitu : GURU TETEABULAN, RAJA ISUMBAON dan TOGA LAUT. Dari ketiga orang inilah dipercaya terbentuknya Marga-marga Batak.

Sumber:

disarikan dari buku “LELUHUR MARGA MARGA BATAK, DALAM SEJARAH SILSILAH DAN LEGENDA” cet. ke-2 (1997) oleh Drs Richard Sinaga, Penerbit Dian Utama, Jakarta.

SIAPAKAH ORANG BATAK ?

Orang Batak terdiri dari 5 sub etnis yang secara geografis dibagi sbb:

1. Batak Toba (Tapanuli), mendiami Kabupaten Toba Samosir, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah mengunakan Bahasa Batak Toba.

2. Batak Simalungun, mendiami Kabupaten Simalungun dan menggunakan Bahasa Batak Simalungun.

3. Batak Karo, mendiami Kabupaten Karo dan menggunakan Bahasa Batak Karo.

4. Batak Mandailing, mendiami Kabupaten Tapanuli Selatan dan menggunakan Bahasa Batak Mandailing.

5. Batak Pakpak, mendiami Kabupaten Dairi dan menggunakan Bahasa Pakpak.

Suku Nias yang mendiami Kabupaten Nias (Pulau Nias) mengatakan bahwa mereka bukanlah orang Batak karena nenek moyang mereka bukan berasal dari Tanah Batak. Namun demikian, mereka mempunyai marga-marga seperti halnya orang Batak.


Citra Keperkasaan

Menyimak beragam catatan tentang topik yang sama, ternyata pada umumnya kata Batak meyiratkan defenisi-defenisi tentang keberanian atau keperkasaan. Sebab menurut Amborsius Hutabarat dalam sebuah catatannya di suratkabar Bintang Batak tahun 1938 menyimpulkan, pengertian Batak sebagai orang yang mahir menaiki kuda memberi gambaran pula bahwa suku itu dikenal sebagai suku yang memiliki jiwa keras, berani, perkasa. Kuda merupakan perlambang kejantanan, keberanian di medan perang, atau kegagahan dalam menghadapi bahaya/rintangan.

Drs DJ Gultom Raja Marpodang menulis adanya teori mengatakan bahwa suku Batak adalah Si-Batak Hoda yang artinya suku pemacu kuda. Asal usul suku Batak berdasarkan teori adalah pendatang dari Hindia Belanda sekitar Asia Tenggara sekarang memasuki pulau Sumatera pada masa perpindahan bangsa-bangsa di Asia. (Buku Dalihan Natolu, Nilai Budaya Suku Batak, hal 32 cetakan 1992).

Drs DJ Gultom dengan bersusah payah telah melakukan serangkaian penyelidikan intensif seputar arti kata Batak, dengan membaca sejarah, legende, methologi, termasuk wawancara dengan orang-orang tua, budayawan dan tokoh adat.

Beberapa perkataan “batak” antara lain dalam bahasa Batak Pakpak Dairi berbunyi : “Mmas Batakn mahan gmgmmn laho mahan tabungn, biat ni kata mahan sungkunn mndahi kalak sipantas singg ddang radumn“. Maksudnya adalah bahwa mmas batak dijadikan warisan (homitan) dibuat menjadi tapak sirih, sudah sepantasnya tempat untuk bertanya itu adalah orang yang mengetahui. Penggertian kata mmas batak dalam umpasa itu disimpulkan sebagai serbuk emas dulangan menjadi emas murni atau logam mulia. Dengan demikian pengertian batakn pada masyarakat Dairi adalah asli, sejati, murni, atau mulia. Sebutan kata Batak pada masyarakat Dairi konon sangat bermakna, tak bisa sembarangan disebut, sehingga kata batak itu seperti disucikan.

Temuan perkataan “batak” pada Batak Karo antara lain adalah : Mbatak-mbatakken jenujung si Tongat kari berngi“. Maksudnya, nanti malam akan diadakan mbatak-mbatakken jenujung si Tongat. Masyarakat Karo berpandangan bahwa seorang manusia ada jenujungnya (junjungan) yang selalu mendampingi. Jenujung adalah roh yang mengikuti seseorang, dan sering membantu seseorang itu disaat dia terancam bahaya. Apabila jenujung seseorang meninggalkan atau tidak lagi mengikutinya alamat yang bersangkutan akan mendapatkan bahaya atau sakit-sakitan. Usaha agar jenujung seseorang kembali mengikutinya harus dengan melaksanakan upacara spritual. Itulah yang disebut orang Karo mbatak-mbataken. Dengan pengertian ringkas sebutan tersebut adalah suatu usaha suci agar seseorang tetap sehat kuat selamat sentausa. Masih ada ungkapan pada bahasa Karo berbunyi “Ibatakkenmin adah nda”, artinya bentuklah tempat itu. maksudnya apabila seseorang hendak mendirikan rumah, langkah pertama adalah meratakan tanah pertapakan didahului suatu kegiatan ritual agar rumah yang dibangun menjadi tempat yang sehat sejahtera bagi penghuninya. Itu dimaksud pula untuk pembuatan pundasi yang kuat agar rumah yang dibangun kokoh. Jadi pengertian ibatakken atau batak pada masyarakat Karo adalah usaha yang suci agar sehat dan kuat.

Adapun temuan perkataan “batak” pada bahasa Batak Simalungun, antara lain ” Patinggi ma batohon i, ase dear sabahtaon“. Artinya, tinggikanlah batohan agar bagus sawah kita ini. Sawah yang terletak di pinggir sungai atau di lereng gunung sering rusak karena banjir. Untuk mencegahnya, maka di pinggir sawah dibuat benteng yang kuat penahan serangan banjir. Itu sebabnya, ada ungkapan “patinggi ma batohan i, ase dear sabahtaon“. Jadi pengertian Batahon pada masyarakat Simalungun adalah tumpuan kekuatan untuk menahan bahaya serangan.

Di Pilipina konon ada satu pulau yang bernama Batac (huruf “c” dibelakang). Di pulau itulah terdapat masyarakat yang banyak memiliki persamaan budaya dan bahasa dengan orang Batak Toba di Sumatera Utara. Konon pengertian kata “batac” di sana juga mencerminkan makna sesuatu yang kokoh, kuat, tegar, berani, perkasa? Seperti pernah diturunkan dalam satu tulisan di media Liputan Bona Pasogit beberapa waktu lalu, orang Pilipina terutama yang berasal dari kawasan daerah Batac di sana, merasa berada di negaranya saat berkunjung ke Sumatera Utara. Mereka menemukan pula sejumlah perkataan yang sebutan dan artinya sama dengan yang ada di negaranya. Misalnya kata “mangan” (makan), “inong” (inang), “ulu” (kepala), “sangsang” (daging babi cincang dimasak pakai darahnya) dan banyak lagi.

Apakah ada pula hubungan kata Batak dengan “batu bata” atau batako (batu yang dibuat persegi empat memakai semen) yang digunakan untuk bangun-bangunan? Belum diketahui persis. Tapi arti kata “batu bata” dari “batako” juga dilukiskan sebagai bermaknaa kuat, kokoh, tahan lama. Sehingga bisa juga mendekati pengertian Batohan pada bahasa Simalungun.

Catatan yang penulis uraikan ini mungkin belum tentu sudah menjadi pengertian final tentang arti sebutan /kata Batak. Tapi berdasarkan berbagai catatan yang dikemukakan diatas, barangkali satu sama lain cukup mendekati untuk dirumuskan menjadi suatu kesimpulan. Apabila sebutan Batak itu berasal dari perkataan “mamatak” (penunggang kuda) kita mungkin bisa membayangkan kedekatan sejarah nama itu dengan karakter dan gaya hidup para leluhur di masa lampau yang diwarnai perjuangan, pertarungan, pertempuran, keberanian menghadapi berbagai tantangan demi mempertahankan eksistensinya.

Kuda selalu di ilustrasikan menjadi simbol keberanian, keperkasaan, keuletan dan jiwa kejuangan. Di jaman dulu, siapa tahu, orang Batak menggunakan kuda dalam merintis perkampungan ke daerah-daerah pedalaman, atau saat bertarung dengan musuh-musuhnya. Mungkin karena itu pula, lukisan Sinsingamagaraja XII oleh Agustin Sibarani dibuat menunggang kuda sehingga nampak lebih menekankan keperkasaan seorang tokoh pejuang. Sementara hingga saat ini di berbagai pelosok daerah terpencil di Tanah Batak, masih banyak penduduk yang menggunakan jasa kuda meskipun hanya sebatas pengangkutan barang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar


Cinta datang kepada orang yang masih mempunyai harapan, walaupun mereka telah dikecewakan. Kepada mereka yang masih percaya, walaupun mereka telah dikhianati. Kepada mereka yang masih ingin mencintai, walaupun mereka telah disakiti sebelumnya dan Kepada mereka yang mempunyai keberanian dan keyakinan untuk membangunkan kembali kepercayaan.

Jangan simpan kata-kata cinta pada orang yang tersayang sehingga dia meninggal dunia lantaran akhirnya kamu terpaksa catatkan kata-kata cinta itu pada pusaranya. Sebaliknya ucapkan kata-kata cinta yang tersimpan dibenakmu itu sekarang selagi ada hayatnya.

Mungkin Tuhan menginginkan kita bertemu dan bercinta dengan orang yang salah sebelum bertemu dengan orang yang tepat, kita harus mengerti bagaimana berterimakasih atas karunia tersebut.